Nyai Walida Sebagai
Tokoh Pendidikan Nasional
Nyai Walida as a National Education Figure
By: Candra Rizki Dwi Safitri*, Budi Haryanto
Pendidikan
Agama Islam Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia
(source text)
Pendahuluan
Peran
wanita dalam masyarakat dan lembaga sosial sangat- lah penting. Karena pada
dasarnya merupakan suatu kebu- tuhan asumsi dari para perempuan untuk
mengaktualisas- ikan dirinya dalam bermasyarakat. Maka dalam hal ini sosok perempuan
mampu mengembangkan Sumber Daya Manu- sia baik dalam bidang pendidikan, sosial,
politik,agama dan budaya. Tetapi kenyataannya
sangat bertolak belakang dalam kehidupan. Kesetaraan perempuan dan laki-laki
menim- bulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Bahwasannya kaum wanita hanya
dianggap sebagai Konco Wingking saja
untuk laki-laki. Padahal
notabennya peran seorang
perempuan dalam kehidupan sangatlah besar.
(target text)
Abstrack
The role of
women in society and social institutions is very important. Because basically, it is a requirement of assumptions from women to actualize themselves in
society. So in this case the figure of women is able to develop Human Resources
in the fields of education, social, politics, religion, and culture. But the
reality is very contradictory in life. Equality of women and men has caused
controversy in society. Those women are only considered as Konco Wingking
for men. Though in fact, the role of a woman in life is very large.
Dalam
kasus tersebut lahirlah sosok Nyai Walida yang
mampu mendobrak stigma masyarakat yang melabelkan perempuan dianggap sebagai Konco
Wingking, beliau juga
berhasil memperjuangkan hak-hak para kaum perempuan. Nyai Walida juga mampu mengentas kaum perempuan
dari kebodohan patriarki. Dalam
permasalahan yang dihadapi
oleh kaum perempuan Nyai Walida mempunyai
gagasan yang cerdas yakni untuk mendirikan perkumpulan kaum perempuan yang ia
beri nama Sopo Tresno yang kemudian di sahkan menjadi Organisasi Aisyiyah. Tujuan diadakannya perkumpu- lan tersebut yakni agar kaum perempuan mendapatkan
pen- didikan seperti kaum laki-laki,
dan perempuan bisa
sejajar dengan kaum laki-laki, meskipun perempuan tidak mendapatkan
pendidikan secara formal. Tidak sampai pada itu saja, kiprah seorang Nyai
walida serta gagasan yang dimilikinya semakin melambung tinggi yakni Nyai
walida mampu mendirikan sekolah Taman Siswa untuk anak balita. Taman Siswa yang didirikan Nyai Walida melalui organisasi Aisyiyah ini ia beri nama TK Aisyiyah Bustanul Athfal atau yang biasa disingkat menjadi TK ABA.
Konsistensi serta keeksisan yang
diberikan Nyai Walida menjadi bukti
bahwa dari kegigihan seorang Nyai walida pada lembaga pendidikan ini berdiri
dan berkembang dengan pesat hingga ke pelosok.
In that case,
Nyai Walida was born who was able to break the stigma of society which labeled
women considered as Konco Wingking, she also succeeded in fighting for
the rights of women. Nyai Walida is also able to eradicate women from
patriarchal ignorance. In the problem faced by women, Nyai Walida has idea was
to establish a women's organization which she named Sopo Tresno, which
was later authorized as the Aisyiyah Organization. The purpose of the
organization was that women be educated like men, and women could be equal to
men, even though women did not receive a formal education. Not only that, the
work of a Nyai Walida and the ideas she had soared, but Nyai Walida was also
able to establish a Taman Siswa school for toddlers. The Taman Siswa,
which was established by Nyai Walida through the Aisyiyah Organization, she
named the Aisyiyah Bustanul Athfal Kindergarten or commonly abbreviated
as ABA’s Kindergarten. The consistency and excitement given by Nyai
Walida is proof that from the persistence of a Nyai Walida in this educational
institution, it stands and develops rapidly to the remote spots.
Aktifitas
Nyai walida dalam memperjuangkan hak wanita dan membangun pendidikan untuk
perempuan dan anak bangsa membuktikan bahwa spirit Islam mampu mendorong
kemajuan wanita dan sebuah proses
endidikan. Sehingga tanah kelahiran Nyai Walida kampung Kauman menjadi Kampung yang
orang-orangnya memiliki pribadi muslim yang kuat dan tangguh karena berkat Nyai
Walida. Hal inilah yang menarik
untuk dikaji ulang mengenai kiprah perjuangan beliau yang mampu menyadarkan
kaum perempuan tentang pendidikan guna melawan penjajah. Penelitian ini bermaksud
untuk mendukung fakta bahwasannya
Nyai Walida layak menjadi tokoh Pendidikan Nasional.
Nyai Walida's
activities in fighting for women's rights and building education for women and
children of the nation prove that the spirit of Islam is able to encourage the
progress of women and an educational process. So that the birthplace of Nyai
Walida, Kauman village became a village where the people have strong and
toughness Muslim personalities due to the blessing of Nyai Walida. This is
interesting to review the gait of her struggle which is able to make women
aware of education in order to fight the invaders. This research intends to
support the fact that Nyai Walida deserves to be a National Education figure.
METODE
Jenis penelitian
dalam penelitian ini yang berjudul “Nyai Wal- ida Sebagai Tokoh Pendidikan
Nasional” adalah penelitian historis. Penelitian historis merupakan penelitian
yang mem- fokuskan peristiwa masa lalu. Dengan mereka ulang sejarah melalui
bukti-bukti empiris. Yang sumber datanya berupa teks, foto, dan suara. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik studi
kepustakaan (library research) yang berpedomankan pada prinsip heuris- tik.
Teknik heuristik yakni teknik yang pengumpulan datanya secara menyeluruh
artinya memahami situasi serta mengikut sertakan komponen pada peristiwa saat
itu. Musfiqon (2012)
METHOD
The type of
research in this study entitled "Nyai Walida as a National Education
Figure" is research historical. Historical research is research that
focuses on past events. With redescribe history through empirical evidence. The
source of the data in the form of text, photos, and sounds. The data collection
technique used is library research techniques that are guided by the principles
of heuristics. The heuristic technique is a technique that collects the data
thoroughly, which means understanding the situation and including components in
the current event. Musfiqon (2012)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada umumnya dalam
kebanyakan bangsa, sejak dari dahulu sampai dengan saat ini wanita memang
selalu berada pada posisi kedua dalam kedudukannya di masyarakat, terutama
dalam bidang pendidikan. Adat pada masyarakat jawa tidak mengizinkan anak
perempuan untuk mengikuti pendidikan Formal apalagi untuk masuk sekolah
dilembaga pendidikan kepunyaan kolonial Belanda, hal itu merupakan salah satu
kegiatan yang haram. Suratmin (1977) Walaupun harus diakui sebenarnya wanita
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan keluarga, sebab seorang
wanita yang mele- takkan dasar pertama dalam membimbing anak-anak untuk
perkembangan selanjutnya dari akal budi anak kemudian akan menjadi penuntun
bagi anak tersebut dalam menjalani kehidu- pan yang selanjutnya melalui proses
pendidikan. Jadi, pada dasarnya pendidikan pertama yang diperoleh anak adalah
dari lingkungan keluarga.
RESULTS AND
DISCUSSION
In general,
women have always been second in their positions in society, especially in
education. The tradition of Javanese society does not allow girls to attend
formal education, let alone attend school in the Dutch colonial education
institution, it is one of the forbidden activities. Suratmin (1977) Although it
must be recognized that women actually have a very important role in family
life because a woman is the first basis in guiding children to the further
development of the child's mind will then be a guide for the child in living
life pan which then goes through the education process. So, basically the first
education a child receives is from a family environment.
Sampai akhir pada
abad ke-19 khususnya masyarakat masih mempertahankan tradisi lama yakni
bahwasannya seo- rang perempuan bersikap tertutup dan mengisolasi diri untuk
tidak melihat dunia luar. Para gadis atau kaum wanita tidak diperkenankan untuk
pergi keluar rumah. Mereka semua hanya terfokuskan pada pekerjaan rumah saja.
Karena dalam tradisi jawa, status perempuan diungkapkan oleh pepatah “suwargo
nunut, neroko katut”, dengan istilah tersebut maka penempatan wanita sangat
tergantung pada suaminya. Dimana wanita tidak mempunyai eksistensi diri.
Until the end
of the nineteenth century, especially people still retained the old tradition
that women being closed and isolating themselves from seeing the world. Girls
or women don't be allowed to go outside of the house. They all only focus on
homework. Because in the Javanese tradition, the status of women was disclosed
by the adage "suwargo nunut, neroko katut", with that term the
placement of women is very dependent on their husbands. Where women do not
have self-existence.
Masyarakat pada
zaman dahulu melabelkan kaum perem- puan sebagai Konco Wingking seorang
laki-laki saja. Perem- puan sebagai Konco Wingking ini diartikan bahwasannya
perempuan hanya berada pada rumah dan mengurus peker- jaan rumah saja. Yang
perempuan tersebut tidak boleh keluar rumah, salah satunya untuk mendapatkan
pendidikan. Pada dasarnya baik laki- laki maupun perempuan wajib mener- ima
pendidikan. Apalagi seorang wanita harus mendapatkan sebuah pendidikan yang layak
guna pendidikan itu diberikan pada anaknya kelak. Karena ibu yang cerdas akan
meng- hasilkan generasi yang cerdas pula. Oleh karenanya, perem- puan memiliki
peran yang sangat penting dalam lingkungan keluarga, sosial, masyarakat dan
lainnya. Perempuan tidak ter- pusatkan pada pekerjaan rumah tangganya saja.
Society in
ancient times labeled women only as Konco Wingking a man. Konco Wingking means
that women only stay at home and take care of homework. The woman is not
allowed to leave the house, one of that is to get an education. Basically, both
men and women are obliged to receive an education. Moreover, a woman must get
an appropriate education to given to her child later. Because a smart mother
will produce an intelligent generation too. Therefore, women have a very
important role in the family, social, society, and others. Women are not
focused on household work.
Dalam hal tersebut
lahirlah sosok Nyai walida yang mampu mendobrak stigma para masyarakat demi
memperjuangkan hak-hak para wanita yakni gunanya agar para kaum perem- puan
setara dengan laki-laki dan kaum perempuan juga men- dapatkan hak yakni sebuah
pendidikan. Nyai walida meru- pakan salah satu tokoh muslimah yang
memperjuangkan kese- taraan hak-hak perempuan. Lasa (2014) Beliau tidak hanya
aktif dalam dunia pendidikan, keagamaan, sosial, namun juga memiliki peranan
yang sangat penting dalam sejarah perjuan- gan bangsa Indonesia. Nyai walida
memiliki jejak perjuan- gan hidup yang amat sulit, beliau mengorbankan segala
tenaga serta pemikirannya, harta bendanya untuk kepentingan pen- didikan
khususnya bagi para kaum perempuan. Nyai Walida adalah seorang istri dari
KH.Ahmad Dahlan yang merupakan salah satu tokoh perempuan yang mempunyai peran
yang amat sangat penting dalam mengembangkan dan memajukan kaum perempuan.
Perjuangan Nyai walida muncul dari kehidupan para gadis khususnya di kauman
Yogyakarta, yaitu mereka tidak diperkenankan keluar rumah untuk melakukan
aktivi- tas sebagaimana seperti para kaum laki-laki. Gagasan kese- taraan
perempuan di pendidikan dan dakwah islam dimulai Nyai Walida dengan pendidikan
pengajian bagi para perempuan.
In this case,
Nyai Walida was born who was able to break the stigma of society in order to
fight for the rights of women, so that women are equal to men and women also
get their right, it is education. Nyai walida is one of the prominent Muslim
women who fight for equality of women's rights. Lasa (2014) She is not only
active in the world of education, religion, social but also has a very
important role in the history of the struggle of the Indonesian people. Nyai
Walida has a very difficult life struggle, she sacrifices all of her energy and
thoughts, her properties for benefit of education, especially for women. Nyai
Walida is KH. Ahmad Dahlan's wife, who is one of the female leaders who have a
very important role in developing and advancing women. Nyai Walida's struggle
appeared from the lives of girls, especially in Yogyakarta, where they were not
allowed to leave the house to carry out activities like men. The idea of
women's equality in education and Islamic da'wah began with Nyai Walida with
religious education for women.
Pada tahun 1912
KH.Ahmad Dahlan mendirikan organ- isasi Islam modern Muhammadiyah yang dalam
hal itu Nyai Walida juga ikut serta mendukung dan membantu suaminya untuk
berkiprah. Nyai Walida juga ikut serta dalam mem- berikan gagasan serta
keeksistensian demi Muhmaadiyah. Salah satu ide serta konsep pendidikan yang
diusung oleh Nyai walida ini sangat relevan dengan konsep pendidikan perem-
puan masa kini yang disebut dengan Catur Pusat. Tidak sam- pai pada ide serta
gagasannya saja, tetapi Nyai walida juga ikut berkiprah dengan sang suami
dengan merintis perkumpulan- perkumpulan untuk kaum perempuan yang perkumpulan
tersebut mendapat inspirasi dari berbagai gerakan pemba- haruan yang digagas
oleh KH.Ahmad Dahlan. Nashir (2009).
In 1912 KH
Ahmad Dahlan founded the modern Islamic organization of Muhammadiyah in which
Nyai Walida also participated in supporting and helping her husband to take
part. Nyai Walida also participated in providing ideas and existence for
Muhammadiyah. One of the ideas and concepts of education carried by Nyai walida
is very relevant to the concept of women's education today which is called
Central Chess. Not only to her ideas and thought, but Nyai Walida also took
part in her husband's work by pioneering associations for women whose it was
inspired by various renewal movements initiated by KH. Ahmad Dahlan. Nashir
(2009)
Adapun bukti-bukti
klausul yang mendukung kiprah Nyai
walida yang dapat dikatakan sebagai tokoh pendidikan nasional, diantaranya
adalah sebagai berikut
For the proof
clauses that support the progress of Nyai Walida who can be called a figure of
national education, such as.
Independensi
Organisasi wanita
Aisyiyah ini pada mulanya merupakan organisasi yang berdiri sendiri, organisasi
ini sebagai perg- erakan kaum perempuan yang menyadari bahwa perempuan
mempunyai peran yang amat sangat besar dalam memben- tuk karakter bangsa. Maju
mundurnya sebuah bangsa tergan- tung bagaimana kondisi kaum perempuannya.
Karena perem- puan juga memancarkan pengaruh yang sangat besar dalam
meningkatkan kesusilaan umat manusia. Dari kaum perem- puanlah manusia biisa
menerima pendidikan yang pertama dan ditangan perempuan anak belajar merasa,
berpikir dan berbicara. Kartini (2000) Organisasi Aisyiyah ini terbentuk pada
tahun 1917 di Yogyakarta yang dirintis oleh Nyai walida setelah KH.Ahmad Dahlan
mendirikan organisasi Islam Mod- ern Muhammadiyah pada tahun 1912.
Independence
This Aisyiyah
women's organization was an organization of a women's movement that realizes
that women have a very large role in shaping the character of the nation. The
progress of a nation depends on the condition of its women. Because women also
give wonderful influence in increasing the morality of humans. From women that
human can receive their first education and from women, children learn to feel,
think, and speak. Kartini (2000) this Aisyiyah organization was formed in 1917
in Yogyakarta, which was pioneered by Nyai Walida after KH. Ahmad Dahlan
founded the Modern Islamic organization Muhammadiyah in 1912.
Pada waktu itu di
Kauman Yogyakarta para kaum perempuan telah aktif dalam organisasi Sopo Tresno
yang berg- erak pada bidang sosial. Organisasi sosial Sopo Tresno itu kemudian
diubah namanya Menjadi Aisyiyah yeng memiliki peraturan-peraturan dan
kepengurusan tetap yang diserahkan kepada Nyai walida. Soedarmanto (2007)
Meskipun Nyai wal- ida berbesar hati untuk tidak menjadi ketua pada organisasi
Aisyiyah. Jabatan pimpinan organisasi Aisyiyah saat itu dia- manahkan kepa
muridnya yang bernama Siti Bariyah. Salah seorang murid Nyai Walida dan Ahmad
Dahlan. Yang dikenal cerdas dan memiliki kemampuan berorganisasi yang bagus.
Karena pada saat pendirian Aisyiyah Nyai walida merasa tidak mampu dan buta
aksara oleh karena itu beliau tidak mau menduduki posisi sebagai ketua
Aisyiyah.
In Kauman,
Yogyakarta, women had been active in the Sopo Tresno organization in the social
field. Then Sopo Tresno social organization was renamed Aisyiyah which had
permanent rules and management which were left to Nyai walida. Soedarmanto
(2007) Even though Nyai walida was not to become chairman of the Aisyiyah
organization. The position of head of the Aisyiyah organization at that time
was entrusted to her student named Siti Bariyah. One of the students Nyai
Walida and Ahmad Dahlan. Who is known to be smart and has good organizational
skills. Because of the establishment of Aisyiyah, Nyai Walida felt inadequate and illiterate,
therefore, she did not want to occupy the position as chairman of Aisyiyah.
Dibentuknya
perkumpulan yang ia beri nama Sopo Tresno yang perkumpulan itulah menjadi cikal
bakal organisasi Aisyiyah. Setyowati (2011) Kelahiran organisasi Aisyiyah tidak
dimulai dengan gagasan besar, tetapi bertolak belakang dari kesadaran dan
keperluan sosial yang riil. Keperluan sosial bukanlah sebuah konsep yang
objektif, tapi hasilnya interpretasi dan normatif. Maksud dan tujuan
dibentuknya Aisyiyah oleh Nyai walida adalah untuk menegakkan dan menjunjung
tinggi Agama Islam, untuk memajukan perempuan muslim melalui jalan pendidikan,
terkait hal itu salah satu program yang digagas Aisyiyah pada masa-masa awal keberadaannya
adalah mempelopori pendirian tempat-tempat pendidikan bagi anak usia dini yang
kini dikenal sebagai taman kanak-kanak. Karena beliau berfikir bahwa pondasi
pertama dalam pendidikan ini selain keluarga adalah anak-anak balita. Karena
balita itu adalah awal masa perkembangan emas seorang anak. Pada waktu itu Nyai
wal- ida memiliki ide untuk membangun sekolah Taman Siswa untuk anak balita.
Dan bagaimana waktu itu anak-anak dia- jari untuk bernyanyi, mengaji, menulis
huruf latin, dan seba- gainya.dengan Pendidikan anak usia dini, anak
mendapatkan persiapan untuk memasuki dunia luar. Berbicara tentang Pen- didikan
anak usia dini yang dibangun oleh Nyai walidakita tidak bisa melupakan peran
besar yang sejak tahun 1919 mer- intis berdirinya Taman Siswa di Kauman
Yogyakarta. Pada waktu itu Nyai walida Terinspirasi dengan konsep pendidikan
Froebel yang dilaksanakan oleh Belanda untuk anak balita mereka. Muhammadiyah
(2017)
Formation of an organization which she named Sopo Tresno, the organization became the
forerunner of the Aisyiyah organization. Setyowati (2011) The birth of the
Aisyiyah organization did not begin with big ideas but was contrary to real
social awareness and needs. Social needs are not an objective concept, but the
results are interpretative and normative. The purpose and objective of the
formation of Aisyiyah by Nyai Walida are to establish and uphold Islamic
religion, to advance Muslim women through education, related to that, one of
the programs initiated by Aisyiyah in the early days of her existence was to
spearhead the establishment of an educational place for children. which is now
known as a kindergarten. Because she thought that the first foundation in this
education besides family is toddlers. Because the toddler was the beginning of
a child's golden development period. At that time Nyai Walida had an idea to
build a Taman Siswa school for toddlers. At that time the children were taught
to sing, recite, write Latin letters, and so on. With early childhood
education, children get prepared to enter the outside world. Talk of early
childhood education that was built by Nyai, we could not forget the great role
that since 1919 pioneered the establishment of Taman Siswa in Kauman,
Yogyakarta. At that time Nyai Walida was inspired by the concept of Froebel
education carried out by the Dutch for their toddlers. Muhammadiyah (2017)
Keindependensian
seorang Nyai walida dapat juga dilihat ketika beliau sedang sakit dan dirawat
dirumah sakit PKU Muhammadiyah. Dalam hal itu salah seorang Nyai walida menolak
fasilitas perawatan Rumah Sakit.ketika beliau sakit kemudian sembuh, petugas
rumah sakit meminta pada Nyai walida untuk tidak membayar biaya tagihan rumah
sakit terse- but. Tapi, disisi lain meskipun Nyai Walida tidak memiliki banyak
harta beliau tetap ingin membayar tagihan rumah sakit sesuai dengan nominalnya.
Beliau berusaha keras untuk bisa membayar tagihan rumah sakit tersebut meskipun
harus men- jual beberapa perabot rumah tangganya. Karena beliau tidak ingin
menjadi orang yang membebani persyarikatan Muhammadiyah meskipun beliau adalah
Istri dari pendiri Muhammadiyah.
The
independence of a Nyai walida can also be seen when she was ill and being
treated at the PKU Muhammadiyah hospital. In this case, Nyai Walida refused
hospital treatment facilities. When she was sick and recovered, the hospital
staff asked Nyai Walida not to pay the hospital bill. But, on the other hand,
even though Nyai Walida did not have much wealth, she still wanted to pay the
hospital bills in accordance with the nominal. She tried hard to be able to pay
the hospital bills despite having to sell some household furniture. Because she
did not want to be a person who burdened of Muhammadiyah even though he was the wife of the founder of
Muhammadiyah.
Kiprah Nyai walida
Tidak terhenti pada itu saja, lewat Aisyiyah Nyai walida juga menggagas
pendirian langgar perempuan pertama di Nusantara. Pendirian langgar ini menjadi simbol kesetaraan perempuan untuk berkesempatan mendapatkan pahala
sholat berjamaah seperti laki-laki. Sebagai seorang yang menguasai ilmu agama,
Nyai walida juga dikenal piawai dalam berdakwah. Adonara (2017)
The Progress
from Nyai Walida not stopping at the time, through Aisyiyah Nyai Walida also
initiated the foundation of the first female langgar in the archipelago. The
foundation of this langgar was a symbol of women's equality to have the
opportunity to get the reward of praying in a congregation like men. As a
person who masters the science of religion, Nyai Walida was also known as an
expert in da'wah. Adonara (2017).
Hal tersebut
menyatakan bahwasannya Aisyiyah menjadi wadah bagi para kaum perempuan,
ditengah konteks sosial, pendidikan, serta keagamaan. Sebagai wujud dari
tindakan dan kerja keras seorang Nyai walida tersebut berdirilah suatu
organisasi yang disebut Aisyiyah dengan Nyai walida sebagai tokoh pelopor
utama dan bertonggakkan kaum muda maupun ibu-ibu lainnya yang ikut serta
berpartisipasi membangun serta mengembangkan organisasi tersebut hingga pada
akhirnya dapat berkembang dengan baik.
It stated that
Aisyiyah was a forum for women, including social, educational, and religious
contexts. As a manifestation of the actions and work hard of a Nyai Walida, an organization called Aisyiyah was formed with Nyai Walida as the main pioneer
figure and raised young people and other mothers who take part to participate
in building and developing the organization until finally it could well
developed.
Integritas
Pada tahun 1920
kebangkitan nasionalisme yang cepat berhasil menghimpun kekuatan ditengah
masyarakat Indonesia. Dikalangan wanita keinginan untuk menyelenggarakan dan
memajukan persatuan di organisasi-organisasi wanita mulai berkembang.dalam
konferensi lain yang telah diselenggarakan lebih awal tahun 1928 oleh kaum
perempuan didesak untuk membentuk federasi nasional. Organisasi wanita pada
saat itu saling membulatkan tekad untuk
mendukung persatuan Indonesia. Yang diilhami oleh semangat para kaum wanita
yang aktif dalam organisasi-organisasi wanita berinisiatif untuk menyatukan
gerakan dan semangat mereka. Seman- gat persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia
yang terus berkembang dan maju menjadi dasar meningkatnya seman- gat kesadaran
Nasional. Nugroho (2009)
Integrity
In 1920 the rapid rise of nationalism succeeded in gathering strength in the midst of
Indonesian society. Among women, the desire to organize and promote unity in
women's organizations began to develop. In another conference which had been
held earlier in 1928 by women, it was urged to form a national federation.
Women's organizations at that time were determined to support Indonesian unity.
Inspired by the zeal of women who are active in women's organizations take the
initiative to unite their movements and enthusiasm. The spirit of unity and
unity of the Indonesian Nation which continues to develop and progress becomes
the basis for the increase in the spirit of national awareness. Nugroho (2009)
Nyai Walida memimpin
Kongres I di Yogyakarta pada tahun 1928. Pada waktu itu lima tahun yang lalu
pada tahun 1923 beliau baru saja ditinggal oleh suaminya KH.Ahmad Dahlan.
Ohorella (1992) Tetapi kiprah serta semangat perjuan- gannya tidak akan pernah
luntur, justru beliau harus tetap berjuang untuk Organisasi Islam Modern yang
dirintis olehnya beserta sang suami agar menjadi Organisasi yang berkembang
dengan pesat dan baik.
Nyai Walida
presided at the First Congress in Yogyakarta in 1928. At that time five years
ago in 1923, she had just been left by her husband KH Ahmad Dahlan. Ohorella
(1992) But his progress and spirit of struggle will never fade, instead, he
must continue to fight for the Modern Islamic Organization pioneered by him and
his husband in order to become a rapidly developing and good Organization.
Kongres perempuan
tersebut dihadiri dari berbagai organisasi-organisasi wanita. Dalam kongres
wanita I ini pem- bahasan mengena kepada derajat kaum wanita, kemajuan para
wanita Indonesia. p. p. 3. t. p. wanita (1958) Adanya kongres perempuan ini
menunjukkan adanya pergerakan kaum perempuan pada masa itu dengan matang
membuat sebuah keputusan-keputusan yang menyangkut kehidupan perem- puan
Indonesia. Kongres ini juga mendapatkan dukungan dari berbagai organisasi yang
yang tidak dapat hadir. Adapun poin-poin yang dibahas dalam dalam kongres
tersebut adalah;
a) Kedudukan perempuan dalam
perkawinan; b) Talak bagi perempuan; c) Pendidikan bagi kaum perempuan; d)
Menge- cam adanya perkawinan usia dini.
The women's
congress was attended by various women's organizations. In this women's
congress, I discussion focused on the degree of women, the progress of
Indonesian women. p. p. 3. t. p. woman (1958) The existence of this women's
contest showed that there was a movement of women at that time to make a
decision that was related to the life of Indonesian women. This congress also
received support from various organizations that were unable to attend. The
points discussed in the congress were;
a) The position of women in
marriage; b) Divorce for women; c) Education for women; d) Calls for early
marriage.
Sejak berdirinya
Organisasi Aisyiyah sampai kongres dipredikat, aktivitas yang dilakukan adalah
pembaharuan dan pemerataan pendidikan bagi anak perempuan pribumi. Para kaum
perempuan yang tidak berkesempatan mendapatkan pendidikan kini sudah merasakan
dapat mengenyam pendidikan yang Nyai walida tersebut sudah mendirikan pendidikan untuk kaum perempuan.
Since the
establishment of the Aisyiyah Organization until the congress was predicated,
the activity undertaken was the renewal and equitable distribution of education
for indigenous girls. Women who did not have the opportunity to get an
education now felt they could enjoy the education of Nyai Walida that had
established education for women.
Tujuan diadakannya
kongres perempuan ini untuk mempersatukan cita-cita serta usaha wanita bangsa
Indonesia. Selain itu agar mempererat tali pertalian antara perkumpu- lan
wanita Indonesia dan sama-sama dapat membicarakan soal kewajiban, kebutuhan,
serta kemajuan wanita.
The purpose of
holding this women's congress was to unite the aspirations and efforts of
Indonesian women. In addition, in order to strengthen the ties between
Indonesian women's gatherings and both can talk about women's obligations,
needs, and progress.
Dalam kongres ini
berhasil memutuskan untuk mendirikan gabungan atau federasi perkumpulan wanita
den- gan nama Persyarikatan Perempuan Indonesia (PPI). PPI ini merupakan
organisasi perkumpulan yang biasa, yang dipimpin oleh pengurus harian yang
terdiri dari Ketua, Sekretaris, serta bendahara.hasil lain dari kongres ini
yakni yakni diputuskan- nya mendirikan Studiefonds untuk anak-anak gadis yang
pandai namun tidak mampu, serta memperkuat pendidikan kepanduan puteri.
In this
congress successfully decided to establish a union or federation of women's
associations under the name Persyarikatan Perempuan Indonesia (PPI). The PPI is
an ordinary association organization, led by a daily board consisting of a Chairperson,
a Secretary, and a treasurer. Another result of this congress was that it was
decided to establish Studiefonds for clever but incapable girls, and strengthen
scouting education daughter.
Kongres yang
dipimpin oleh istri KH Ahmad
Dahlan ini telah mengembalikan mitra seorang perempuan serta mampu
mengembalikan hak-hak perempuan sehingga perem- puan sejajar dengan kaum
laki-laki dan perempuan dapat mengenyam pendidikan meskipun secara tidak
formal.
The congress,
led by KH Ahmad Dahlan's wife, has returned a woman's partner and is able to
restore women's rights so that women are equal to men and women can receive
education even though informally.
Keberlangsungan
Gagasan Nyai Walida Nyai Walida sangat memperhatikan anak-anak balita pada saat
itu sehingga beliau bersikuku mendirikan Taman Siswa yakni Taman Kanak-Kanak
Aisyiyah. Pendidikan anak usia dini yang dirintis Nyai walida ini diberi nama
Froebel Kindergarten Aisyiyah. Muhammadiyah (2019) Friedrich Froebel adalah
nama tokoh pendidik Jerman yang menggagas pendidikan anak usia dini. Dalam
kaitan ini tampak keterbukaan wawasan Nyai Walida yang berlatar belakang kaum
santri namun mampu menjangkau dan
menerima pemikiran tokoh asing
dan mengadopsi pemikirannya. Nyai Walida mampu menggagas pendidikan anak usia
dini dengan mengadopsi gagasan-gagasan pendidikan anak usia dini dari tokoh
yang pada zamannya belum disimak tokoh pendidikan nasional yang lain. Kemudian
nama tersebut berubah menjadi TK Busthanul Athfal yang artinya Taman bermain
anak Aisyiyah, atau yang disingkat menjadi TK ABA. TK ABA adalah Pendidikan
Taman Kanak-Kanak pertama yang dibangun Aisyiyah. Taman Kanak-Kanak ini
sebenarnya merupakan cikal bakal perjuangan Nyai walida, dan sudah tersebar
luas hingga ke luar negeribahkan sampai pada luar negeri. TK ABA ini sudah
berkiprah seabad atas perjuangan dari sosok Nyai walida.
The
Continuation of the Idea of Nyai Walida Nyai Walida was very concerned about
toddlers at the time, so he insisted that I establish the Student Park,
Aisyiyah Kindergarten. The early childhood education initiated by Nyai Walida
was given the name Froebel Kindergarten Aisyiyah. Muhammadiyah (2019) Friedrich
Froebel is the name of a German educator who initiated the education of early
childhood. In this connection, it seems that the openness of Nyai Walida's
perspective, which is based on the background of the santri, but is able to
reach out and accept the thoughts of foreign figures and adopt his thoughts.
Nyai Walida was able to initiate early childhood education by adopting ideas of
early childhood education from figures who in his day had not yet been listened
to by other national education figures. Then the name changed to Kindergarten
Busthanul Athfal which means Aisyiyah children's playground or shortened to TK
ABA. ABA Kindergarten is the first Kindergarten Education built by Aisyiyah.
This kindergarten is actually the forerunner to the struggle of Nyai Walida, and
has been widely spread abroad and even abroad. TK ABA has been active for a
century of struggle from the figure of Nyai Walida.
Melalui TK ABA yang
dirintis oleh beliau, bangsa Indonesia telah berhasil menyiapkan generasi
balitanya untuk menyongsong masa depan yang jauh lebih baik lagi. Pendidikan
anak usia dini seperti TK ABA ini menjadi salah satu pondasi yang terpenting
bagi pembangunan sumber daya manusia Indonesia serta mencetak generasi penerus
bangsa yang cerdas.
Through TK
ABA, which was pioneered by him, the Indonesian people have succeeded in
preparing their generation of toddlers to support a much better future. Early
childhood education, such as TK ABA, is one of the most important blocks for
the development of Indonesian human resources and for creating a smart
generation of the nation.
Saat ini, Aisyiyah
telah memiliki Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA), Taman
Pendidikan Al- Qur’an, dan pendidikan sejenis yang berjumlah puluhan ribu yang
tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Keberadaan TK ABA telah menginspirasi
organisasi lainnya untuk mendirikan pendidikan sekolah yang sejenis seperti: NU
memiliki pen- didikan RA (Rodhotul Athfal), Organisasi Taman Siswa mendirikan
Taman Indria, dan di masyarakat umum didirikan taman kanak-kanak. Keberadaan TK
ABA saat ini berkembang dengan baik dan bahkan mampu mengikuti perkembangan
zaman serta mampu memenuhi tuntutan kebutuan masyarakat pada aspek pendidikan
dini anak. Hampir semua orang tua di Indonesia yang memiliki anak usia dini selalu
menitipkan anaknya untuk dididik disana. [14] Dalam hal ini bisa dikatakan
bahwa Perjuangan Nyai Walida pantas untuk dikategorikan sebagai Pahlawan
perlindungan Anak Indonesia. Peran Nyai Walida sangat besar dalam menjadikan
anak Indonesia menjadi pribadi yang mandiri dan berkepribadian mulia, serta
memiliki Intelektual yang tinggi.
At present,
Aisyiyah has Aisyiyah Bustanul Athfal Kindergarten (TK ABA), Al-Qur'an
Education Park, and similar education totaling tens of thousands scattered
throughout Indonesia. The existence of ABA Kindergarten has inspired other
organizations to establish similar school education such as NU has RA (Rodhotul
Athfal) education, Taman Siswa Organization established Taman Indria, and in
the general community, a kindergarten was established. The existence of TK ABA
is currently developing well and is even able to keep up with the development
of the times and is able to meet the demands of community needs in the aspects
of early childhood education. Almost all parents in Indonesia who have early
childhood always entrust their children to be educated there. [14] In this case
it can be said that the Struggle of Nyai Walida deserves to be categorized as a
Hero of the protection of Indonesian Children. The role of Nyai Walida is very large
in making Indonesian children become independent and noble personalities, and
have high intellectual.
KESIMPULAN
Nyai walida lahir di
Kauman, Yogyakarta pada tahun 1872. Nyai Walida ini mengalami proses perkawinan
famili dengan KH Ahmad Dahlan. Yang hal tersebut banyak terjadi di Kauman
Yogyakarta. Dari sinilah perjuangan K.H Ahmad Dahlan beserta istrinya untuk
membangun organisasi Islam modern
Muhammadiyah berjalan. Pembangunan pendidikan yang dirintis Nyai Walida kepada
anak-anak perempuan agar setara dengan pendidikan anak laki-laki. Dalam
jiwanya, Nyai walida sudah terbekali dengan memiliki ide serta gagasan untuk
mendobrak stigma masyarakat zaman dahulu yang berpikiran mengenai perempuan
hanya sebagai konco wingking saja. Stigma masyarakat yang melekat pada
perempuan sebagai makhluk lemah dan tak berdaya dapat ditanggulangi jika men-
dapatkan dukungan dari laki-laki untuk saling melindungi.
CONCLUSION
Nyai Walida
was born in Kauman, Yogyakarta in 1872. Nyai Walida underwent a family marriage
process with KH Ahmad Dahlan. Which is a lot happening in Kauman Yogyakarta.
This is where the struggle of K.H Ahmad Dahlan and his wife to build the modern
Islamic organization of Muhammadiyah proceeded. The educational development
initiated by Nyai Walida for girls is equal to the education of boys. In his
soul, Nyai walida has been equipped with the ideas and ideas to break the
stigma of the ancients who think of women only as a konco wingking. The
community's stigma attached to women as weak and helpless creatures can be
overcome if they get support from men to protect each other.
Tapi pada zaman itu
berbanding terbalik, perempuan hanya sebagai pelengkap kaum laki-laki saja.
Padahal perempuan memiliki peranan yang besar dalam kehidupan. Tapi dari sisi
ini Nyai walida mampu meluruskan pemikiran para masyarakat pada zaman dahulu,
berhasil mendirikan sekolah untuk kaum perempuan demi perempuan mendapatkan
pendidikan seperti kaum laki-laki, serta mendirikan Taman Kanak kanak Yakni TK
Bustanul Athfal yang sudah tersebar dan berkembang hingga kepelosok
sampai luar negeri. Jadi, dalam penelitian tersebut bukti-bukti klausul yang
mendukung Nyai walida sebagai tokoh pendidikan nasional adalah Pertama,
independensi. Dalam hal ini sosok Nyai Walida mampu menggagas untuk mendirikan
perkumpulan Sopo Tresno, TK Aisyiyah Bustanul Athfal, serta beliau tidak pernah
mau membebani siapapun meskipun beliau istri dari seorang pendiri organisasi
Muhammadiyah. Kedua, Integritas. Pada tahap ini Nyai Walida memimpin jalannya
kongres I Wanita dengan tujuan mengembalikan hak-hak wanita dan mensejajarkan
wanita dengan laki-laki. Ketiga, keberlangsungan gagasan Nyai Walida dalam
mendirikan TK ABA untuk pelaksanaan pendidikan anak usia dini. Sehingga sosok
Nyai walida ini pantas mendapatkan predikat tokoh pendidikan nasional yang
gagasannya tetap digunakan dalam mengembangkan lembaga pendidikan taman
kanak-kanak di tanah air melalui tiga klausul yakni independensi, integritas,
serta keberlangsungan gagasan, penelitian ini memiliki alasan menjadikan Nyai
Walida sebagai tokoh pendidikan nasional.
But at that
time inversely proportional, women are only as a complement to men. Though
women have a big role in life. But from this point, Nyai Walida was able to
rectify the thinking of the people in ancient times, succeeded in establishing
schools for women to get an education like men, and establishing kindergartens
namely Kindergarten Bustanul Athfal which has spread and developed to remote
areas to foreign countries. So, in the research, the evidence clauses in favor
of Nyai walida as national education figures are First, independence. In this
case, the figure of Nyai Walida was able to initiate a Sopo Tresno association,
TK Aisyiyah Bustanul Athfal, and he never wanted to burden anyone even though
he was the wife of a founder of the Muhammadiyah organization. Second,
Integrity. At this stage, Nyai Walida led the first congress of Women with the
aim of restoring women's rights and aligning women with men. Third, the
continuity of Nyai Walida's idea in establishing TK ABA for the implementation
of early childhood education. So that the figure of Nyai Walida deserves the
title of national education figure whose ideas are still used in developing
kindergarten educational institutions in the country through three clauses
namely independence, integrity, and sustainability of ideas, this research has
a reason to make Nyai Walida a national education figure.
Ucapan Terima Kasih
Dalam artikel ini
saya ucapkan terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan saya kesehatan
sehingga saya bisa menyelesaikan artikel ini dengan sebaik mungkin. Yang kedua
yakni Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang telah meng- predikat Seminar
Nasional Al-Islam Kemuhammadiyahan sehingga saya mendapatkan kesempatan untuk
mengikutinya. Ketiga saya ucapkan terimakasih kepada Bapak Dr.Budi Haryanto,
M.Pd selaku pembimbing dalam pengerjaan artikel ini. Serta orang tua dan
kawan-kawan yang telah memberikan semangat, doa, serta dukungan kepada saya.
Thank you Expression
In this an article, I thank Allah SWT for giving me health so I can finish this article as
well as possible. The second is the Muhammadiyah University of Sidoarjo which
has been awarded the Kemuhammadiyahan National Al-Islam Seminar so that I have
the opportunity to participate. Thirdly, I would like to thank Dr.Budi
Haryanto, M.Pd as the supervisor in working on this article. And my parents and
friends who have given me encouragement, prayer, and support
source journal:
https://journal.umsida.ac.id/index.php/jims